BULUGH AL-MARAM
IBNU HAJAR DAN BULUGH AL-MARAM
A. Mengenal Ibnu Hajar
1. Nama Lengkap : Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Kinani, lebih popular dengan sebutan Ibnu Hajar al-Asqalani.
2. Tempat Tanggal Lahir : Kairo-Mesir, 12 Sya’ban 773 H/18 Pebruari 1372 M
3. Khidmah Ilmiah
٭ Usia 5 tahun hafal Alquran
٭ Usia 12 tahun belajar qiraah dari Syekh Ahmad bin Muhammad al-Khuyuti
٭ Usia 14 tahun belajar hadis dan ilmu hadis dari Syekh Fahd bin Abdullah bin Zhahirah al-Makki
٭ Usia 17 tahun belajar fiqih, ushul fiqih, bahasa Arab, ilmu hisab dan sebagainya dari Syekh Syamsuddin bin Muhammad bin Ali bin Muhammmad
٭ Usia 26 sudah mulai melakukan rihlah ilmiah
4. Karya Ilmiah
٭ 5 judul ulumul quran
٭ 93 judul ulumul hadis
٭ 2 judul aqidah
٭ 18 judul fiqih
٭ 28 judul tarikh
٭ 10 judul ulumul lughoh
٭ Lain-lain 8 judul
٭ Karya paling populernya yaitu Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari dan Bulugh al-Maram Min Adillatil Ahkam
٭ Jumlah karya ilmiah sebanyak 164 judul
5. Wafat : Hari akhir bulan Dzulhijjah 852 H/Pebruari 1449 M, dalam usia 79 tahun
B. Mengenal Bulughul al-Maram
1. Periode Bulugh al-Maram
Bulugh al-Maram lahir pada periode terakhir (ke-7) dari periode perkembangan hadis. Sebelum Bulugh al-Maram disusun, telah muncul koleksi hadis-hadis hukum yang disusun sebelumnya, antara lain sebagai berikut :
٭ Umdah al-Ahkam, karya Abd al-Ghanni al-Maqdisi (w.600 H/1203 M)
٭ Muntaqa al-Akhbar Min Ahadits Sayyid al-Akhyar, karya Ibnu Taimiyyah (w. 652 H/ 1254 M)
٭ Ihkam al-Ahkam Syarh Umdah al-Ahkam, karya Ibn Daqiq al-‘Ied (w. 702 H/ 1302 M)
٭ Al-Ilmam bi Ahadits al-Ahkam, karya Ibn Daqiq al-‘Ied
٭ Al-Muharrar fi al-Hadits, karya Muhammad bin Ahmad bin Abd al-Hadi
2. Motif Penyusunan Bulugh al-Maram
Menurut Imam al-Sakhawi, murid terdekat Ibnu Hajar, Ibnu Hajar menikah pada usia 25 tahun dengan anak Abdul Karim bin Ahmad bin Abdul Aziz. Darinya dikaruniai beberapa anak perempuan. Kemudian menikah dengan istri kedua dan dikaruniai pula anak perempuan. Lalu menikah dengan istri ketiga, dan tidak dikaruniai seorang anakpun. Setelah itu ia menikah dengan istri keempat. Dari istri keempat inilah beliau dikaruniai satu-satunya anak laki-laki. Motif penulisan kitab Bulugh al-Maram ini muncul ketika Ibnu Hajar dikaruniai anak laki-laki dari istri keempat yang bernama Badr al-Din Abu al-Ma’ali Muhammad yang lahir pada 815 H/ 1413 M. Ia sangat berharap agar anaknya itu kelak menjadi ahli ilmu. Karena itu, anak tersebut beliau didik dengan tekun dan penuh perhatian. Ketika beliau hendak memperkenalkan karya ulama kepada anaknya sejak dini, beliau menghadapi kenyataan bahwa karya-karya itu ditulis dengan panjang lebar hingga tidak mungkin terjangkau oleh kadar intelektual anak seusianya. Untuk itulah beliau meringkas karya-karya diatas, khususnya al-Ilmam karya Ibn Daqiq al-‘Ied dan Muntaqa al-Akhbar Min Ahadits Sayyidil al-Akhyar, karya Ibnu Taimiyyah, dan disusun dalam kitab tersendiri yang dinamainya Bulugh al-Maram Min Adillah al-Ahkam. Kitab ini dijadikan sebagai panduan utama dalam mengajar anaknya itu.
3. Ruang Lingkup Pembahasan Bulugh al-Maram
Ruang lingkup pembahasan Bulugh al-Maram dapat tergambar pada tabel berikut ini
NO NAMA KITAB BAB HADIS
01. الطهارة 10 162
02. الصلاة 17 392
03. الجنائز - 65
04. الزكاة 3 47
05. الصوم 2 56
06. الحج 6 73
07. البيوع 22 192
08. النكاح 14 193
09. الجنايات 4 43
10. الحدود 5 51
11. الجهاد 2 60
12. الأطعمة 3 41
13. الأيمان و النذور - 23
14. القضاء 2 36
15. العتق 1 18
16. الجامع 6 130
JUMLAH 97 1597
KAJIAN BULUGH AL-MARAM
PC PERSIS CIDADAP-KOTA BANDUNG
KITAB DAN THOHAROH
A. Pengertian Kitab
Ibnu Hajar dan Asyaukani menjelaskan bahwa dalam kajian fiqih, istilah kitab digunakan para ulama untuk menunjukan kumpulan sesuatu yang mencakup beberapa bab dan pasal. Sementara itu al-Hifnawi mempertegas bahwa yang dimaksud "sesuatu" itu adalah kumpulan ilmu tertentu. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kitab dalam kajian fiqih itu adalah kumpulan ilmu tertentu yang mencakup beberapa bab dan pasal.
B. Pengertian dan Hakikat Thoharoh
Secara bahasa thoharoh adalah bersih dan suci dari kotoran-kotoran baik itu secara hissi seperti najis ataupun secara ma’nawi seperti kejelekan dan dosa. Sementara itu Aroghib memberikan istilah lain, menurutnya thoharoh itu terbagi kepada dua, yaitu thoharoh jism dan thoharoh nafs. Selanjutnya beliau menegaskan bahwa keumuman ayat al-Quran thoharoh itu mencakup dua hal tersebut. Dari pengertian ini kita dapat menyimpulkan bahwa thoharoh secara bahasa terbagi kepada dua yaitu thoharoh hissi atau thoharoh jism dan thoharoh ma’nawi atau thoharoh nafs. Asyaukani mencata bahwa lafadz thoharoh ini bisa dari mashdar yang fi’il lazimnya thoharo yang artinya sifat suci yang melekat pada sesuatu, bisa dari mashdar thohharo (fi’il muta’adi) yang artinya kesucian yang dapat mensucikan terhadap yang lain dan bisa juga isim mashdar yaitu tathhir.
Ada beberapa ungkapan yang berkaitan dengan thoharoh ini, yaitu :
· Thuhur : perbuatan bersuci
· Thohur : air yang digunakan untuk bersuci.
· Tiharoh yang bermakna sesuatu yang digunakan untuk bersuci berupa air atau yang lainnya dan
· Thuharoh yaitu bekas air setelah digunakan bersuci.
Secara istilah syara', Al-Jurjani mendefinisikan thoharoh yaitu ungkapan tentang membasuh anggota tertentu dengan sifat tertentu. Ashon'ani menjelaskan, hakikat thoharoh adalah penggunaan dua muthohhir (dua hal yang mensucikan) yaitu air, tanah atau salah satu diantara keduanya dengan sifat yang disyari’atkan untuk menghilangkan najis dan hadats.
C. Perbedaan Thoharoh dan Nazhofah
Syekh Baitullah menjelaskan perbedaan antara thoharoh dan nazhofah, menurut beliau, thoharoh itu digunakan untuk sesuatu yang diciptakan atau dibuat dan makna, karena thoharoh dapat menghilangkan cacat (aib). Penggunaan dalam makna, yaitu : فلان طاهر الاخلاق وتقول المؤمن طاهر مطهر
Si fulan akhlaknya bersih dapat pula kamu katakan orang mu'min itu suci mensucikan, maksudnya, terkumpul perkara-perkara yang terpuji. Penggunaan untuk sesuatu yang diciptakan atau dibuat, yaitu : هو طاهر الثوب والجسد yang bermakna dia baju dan jasadnya suci. Sedangkan nazhofah, tidak digunakan kecuali bagi sesuatu yang diciptakan atau dibuat, dan tidak berlaku bagi makna. Contoh yaitu :
هو نظيف الصورة أي حسنها ونظيف الثوب والجسد
Dia wajahnya bersih maksudnya tampan. baju dan jasadnya bersih.
D. Pembagian Thoharoh Syar'i
Wahabh Zuhaili mengklasifikasikan, secara syar’i thoharoh itu ada dua macam, yaitu :
1. Thoharoh dari hadats yang dikhususkan bagi badan
Thoharoh dari hadats itu ada tiga macam, yaitu :
٭ Kubro yaitu mandi
٭ Sughro yaitu wudhu
٭ Pengganti keduanya, ketika ada udzur yaitu tayammum
2. Thoharoh dari khobats yaitu untuk badan, pakaian dan tempat.
Thoharoh dari khobats ada tiga macam, yaitu : mandi, mengusap dan menciprati
Maka thoharoh itu mencakup wudhu, mandi, menghilangkan najis, tayammum dan yang berkaitan dengannya.
E. Kenapa Thoharoh didahulukan
Ash-Shon'ani mengemukakan alasan kenapa Ibnu Hajar memulai kitabnya dengan thoharoh, yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) terhadap tradisi para penyusun kitab fiqih
2. Lebih mendahulukan urusan-urusan agama daripada urusan yang lain
3. Karena terkait dengan urusan yang paling penting yaitu sholat, ketika thoharoh merupakan salah satu syarat shalat maka penyusun memulai dengan thoharoh.
Terkait dengan hal ini, Wahbah Zuhaili menegaskan bahwa syarat itu harus didahulukan daripada masyruth. Terkait dengan hal ini Rasul bersabda : “Pembuka shalat adalah bersuci, haramnya adalah takbir, dan halalnya adalah salam”. Dalam hadits lain “Bersuci itu bagian dari Iman”.
F. Kajian Air dalam Fiqih
Dalam kajian fiqih lafadz miyah (air-air) dijama', untuk menunjukan bahwa air itu berbeda jenisnya. Dilihat dari hukumnya, Wahbah Zuhaili membagi air itu kepada tiga bagian, yaitu :
1. Thohur (suci mensucikan) atau Air muthlaq
2. Thohir Ghoir Muthohhir (suci tidak mensucikan), terbagi kepada tiga yaitu :
ü Air yang tercampuri oleh sesuatu yang suci seperti shabun dkk
ü Air musta'mal yang sedikit
ü Air tumbuhan dari bunga dan buah-buahan
3. Mutanajjis
Sementara itu Sayyid Sabiq membagi air itu kepada :
1. Air Muthlaq
2. Air musta'mal
3. Air yang tercampuri oleh sesuatu yang menajiskan
4. Air yang tercampuri oleh najis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar