C.Fase Musa & Harun
Setelah Yusuf meninggal, Bani Israil kembali hidup sengsara karena diperlakukan oleh penguasa, yakni Fira’un Ramses II, sebagai budak dan pekerja keras, termasuk diantaranya sebagai pekerja paksa untuk membangun pyramid dan istana kerajaan. Tidak hanya itu penguasa Mesir mengeluarkan kebijakan untuk membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari Bani Israil, sedangkan anak perempuan dibiarkan hidup. Sejak saat itulah Bani Israil mengalami penindasan dan pembantaian dari Fir’aun selama beratus-ratus tahun. Kisah penyiksaan ini diungkap dalam Alquran, pada beberapa surat, antara lain al-Baqarah ayat 49 dan al-Qashash ayat 4.
Sesuai dengan kehendak Allah swt, kemudian Nabi Musa as lahir (turunan Bani Israil generasi ke-4, jalur Lawe bin Ya’qub. Lihat silsilah lengkapnya). Beliau diselamatkan Allah swt dari petaka Fir’aun, bahkan menjadi putra angkat sampai menginjak dewasa. Karena membunuh bangsa Mesir untuk membela salah seorang turunan Bani Israil, Nabi Musa as melarikan diri ke Madyan dan menikah dengan salah seorang puteri Nabi Syu’aib as. Setelah selama sepuluh tahun bersama keluarga besar Nabi Syu’aib as, Allah swt memerintahkannya kembali ke Mesir, sebagai seorang rasul yang diutus kepada Bani Israel.
Melihat kaumnya tertindas, atas perintah Allah, Nabi Musa as membawa kaumnya itu keluar dari Mesir. Pada tahun 1200 SM, bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il (12 suku sekitar 600.570/670.000 orang) di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju negeri Kan’an (Palestina). Kisah keluarnya Bani Israil dari Mesir itu diceritakan Alquran dalam surah Taha ayat 77 hingga 79
Sebelum sampai di Kan’an, Alquran menerangkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan mereka
1. Mereka dikejar Fir’aun dan tentaranya (sekitar 1.200.000/1.500.000 orang) hingga terjebak antara lautan (bagian utara dari Laut Merah) di depan dan Fir’aun berserta tentaranya di belakang. Lalu Allah menyelamatkan mereka dengan menurunkan wahyu kepada Nabi Musa agar memukulkan tongkatnya ke laut, sehingga mereka dapat menyeberangi lautan itu dengan selamat, dan Allah menenggelamkan Fir’aun dan tentaranya. (Lihat, Asy-Syu’ara : 60-68; Yunus : 90-92; Tafsir al-Kasysyaf, V:14)
2. Dalam perjalanan, setelah selamat melintasi Laut Merah, mereka melihat sekelompok orang yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya. Mereka berkata kepada Nabi Musa: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang bodoh.” (Lihat, al-A’raf:138) Di sini mulai tampak watak asli sebagian besar Bani Israil generasi itu, yaitu ingin menyembah tuhan selain Allah padahal Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka:
a. Membebaskan mereka dari perhambahan dan penindasan Fir’aun ketika di Mesir
b. Menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun dan dapat menyeberangi laut Merah dengan aman
3. Watak asli sebagian dari mereka itu semakin tampak terlihat selama perjalanan tersebut,
a. Ketika kepanasan, mereka meminta Musa memohon kepada Allah agar menaungi mereka sehingga tidak kepanasan. Di gurun Sinai yang panas terik itu Allah menaungi mereka dengan awan.
b. Ketika bekal makanan dan minuman sudah menipis, kembali mereka meminta Musa untuk diberikan makanan dan minuman. Permintaan ini kembali dikabulkan Allah dengan menurunkan hidangan makanan “manna” (sejenis makanan yang manis sebagai madu) dan “salwa” (burung sebangsa puyuh).
c. Ketika kehabisan air untuk minum dan mandi, kembali mereka meminta Musa untuk diberikan air. Permintaan ini kembali dikabulkan Allah dengan mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra’il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya. Berbagai tuntutan dan permintaan itu diceritakan dalam surat al-A’raf:160 dan al-Baqarah:61
d. Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka, mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah supaya diturunkan bagi mereka tanaman yang tumbuh di tanah berupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan. (Lihat, al-Baqarah:61)
e. Ketika Nabi Musa as bermunajat dengan Allah di Bukit Sina, sebagian kaumnya kembali sesat menyembah berhala dan membuat patung anak Sapi atas bujukan Samiri. Dalam peristiwa ini semakin jelas watak asli mereka, yaitu berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Peristiwa itu dan sifat-sifat keras kepala mereka dijelaskan dalam Alquran surat Thaha:85-98; Al-A’raf:149-155; dan Al-Baqarah:55,56,63,64).
f. Ketika Allah mewahyukan kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku Kana’an yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan adu kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan’aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya. Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengecutnya kepada Musa: “Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan’aan itu keluar. Kami tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fisik karena mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan’aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu.” (lihat, Qs. Al-Maidah:20-24)
Nabi Musa marah ketika melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman, tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dalam banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata ejekan mereka yang menandakan bahwa hati mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah. Ketika Nabi Musa tidak sanggup lagi membujuk mereka untuk melaksanakan perintah Allah tersebut, maka Nabi Musa berdoa kepada Allah:
رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.” Q.s. Al-Maidah:25
Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak perintah Allah, Allah mengharamkan wilayah Palestina selama 40 tahun. Dan selama itu pula mereka berkeliaran di atas bumi tanpa memiliki tempat bermukim yang tetap (Lihat, Q.s. Al-Maidah:26). Mereka hidup dalam kebingungan sampai mereka musnah semuanya. Sedangkan mereka yang taat terhadap perintah itu dapat memasuki Palestina setelah 40 tahun “kutukan” itu berakhir. (Lihat, Tafsir at-Thabari, X:191). Usaha Nabi Musa as untuk membawa Bani Israil masuk ke Palestina tidak berhasil karena mereka tidak mengikuti petunjuk Nabi Musa as sampai ia wafat pada usia 120/150 tahun. Begitu juga saudaranya Harun as, yang wafat 3 tahun sebelum Nabi Musa. Sementara itu Bani Israil masih dalam kesesatan.
Keterangan:
Jumlah suku Bani Israil pada zaman Nabi Musa diterangkan dalam Alquran
وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar” Q.s. Al-A’raaf : 160
Imam at-Thabari menjelaskan bahwa Allah telah membagi dan menjadikan mereka beberapa suku, yakni 12 suku (Lihat, Tafsir at-Thabari, X:174).
Berdasarkan catatan sejarah, selama periode Nabi Yusuf di Mesir (sekitar 130 tahun sebelum lahir Nabi Musa), jumlah Bani Israel masih berkisar 72 jiwa, kemudian zaman Nabi Musa mereka sudah berkembang menjadi 12 suku dengan jumlah mencapai 600.570/670.000 jiwa (mereka yang beriman dan ikut keluar dari Mesir bersama Nabi Musa) dan masih ada 1.200.000 yang merupakan suku dzariyyah (mereka yang menetap di Mesir). Jadi total populasi mereka saat itu berjumlah 1.800.570/1.870.000 jiwa. Fakta angka tersebut menunjukkan sebuah perkembangan populasi yang sangat signifikan, padahal antara masa Nabi Yusuf dengan Nabi Musa hanya terpaut 400 tahun (4 abad). (Lihat, Tafsir al-Kasysyaf, V:14; at-Tafsirul Munir I hal. 418).
D.Fase Yusa bin Nun
Allah swt. telah memerintah Musa untuk mempersiapkan Bani Israil dan menjadikan mereka para pemimpin, sebagaimana firman-Nya: (artinya) “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin …” (QS. al-Maidah: 12)
Tak seorang pun di kalangan Bani Israil yang dapat keluar dari keadaan tersesat selama 40 tahun itu kecuali dua orang, yaitu kedua laki-laki yang memberitahu masyarakat Bani Israil untuk memasuki desa yang dihuni oleh orang-orang Kan’an. Para mufasir berkata bahwa salah seorang di antara mereka berdua adalah Yusya’ bin Nun (turunan Bani Israil generasi ke-4, jalur Nabi Yusuf bin Ya’qub. Lihat silsilah lengkapnya). Ia adalah seorang pemuda yang ikut bersama Musa dalam kisah perjalanan Musa bersama Khidir. Dan sekarang ia menjadi Nabi yang diutus untuk Bani Israil. Ia juga seorang pemimpin pasukan yang menuju ke bumi yang Allah swt. perintahkan mereka untuk memasukinya.
Atas wasiat Nabi Musa as, Yusa bin Nun melanjutkan pimpinan Bani Israil generasi berikutnya (anak-anak Bani Israil kaum Musa). Ia membawa mereka memasuki Palestina pada abad ke-13 SM melalui timur laut Sungai Yordan dan menyeberangi sungai itu memasuki kota Ariha dengan memerangi seluruh penduduknya (suku-suku Kan’an). Dengan peristiwa ini mulailah zaman pemerintahan Bani Israil atas bumi Palestina dan mereka berhasil membentuk suatu umat dari dua suku bangsa (Bani Israil dan Kan’an). Sementara negara-negara kuat seperti Mesir dan Mesopotamia tidak mencampuri urusan dalam negeri Palestina ketika itu.
Setelah memimpin Bani Israil di Palestina selama 27 tahun, Yusya bin Nun wafat pada 1130 SM dalam usia 126 tahun. (lihat, al-Kamil fit Tarikh, I:67; al-Maushu’ah al-Musayyarah fil Adyan wal Madzahib wal Ahzab al-Mu’ashirah, I:501)
Periode kepempinan Yusya bin Nun itu menandai babak baru terjadinya konflik antar suku bangsa di wilayah Palestina.
Keterangan:
Silsilah Yusa bin Nun:
Yusa bin Nun bin Ifrahim bin Yusuf bin Ya’qub (Israil) bin Ishaq bin Ibrahim bin Tarikh (Azar) bin Nahur bin Sarug bin Rau bin Falikh bin Aibar/’Abir bin Syalikh bin Arfakhsadz bin Sam bin Nuh bin Lamik bin Matusyalakh bin Idris (Akhnukh) bin Yard/Yarid bin Mahlil/Mahlail bin Qainan bin Anusy/Yanisy bin Syits bin Adam
Jumlah suku Bani Israil yang dibawa masuk ke Palestina oleh Yusya bin Nun sebanyak 10.000 orang. Sedangkan suku Kan’an (penduduk Palestina) yang diperangi sebanyak 12.000 orang (al-Muntazham, I:94)
C.Fase Musa & Harun
Setelah Yusuf meninggal, Bani Israil kembali hidup sengsara karena diperlakukan oleh penguasa, yakni Fira’un Ramses II, sebagai budak dan pekerja keras, termasuk diantaranya sebagai pekerja paksa untuk membangun pyramid dan istana kerajaan. Tidak hanya itu penguasa Mesir mengeluarkan kebijakan untuk membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari Bani Israil, sedangkan anak perempuan dibiarkan hidup. Sejak saat itulah Bani Israil mengalami penindasan dan pembantaian dari Fir’aun selama beratus-ratus tahun. Kisah penyiksaan ini diungkap dalam Alquran, pada beberapa surat, antara lain al-Baqarah ayat 49 dan al-Qashash ayat 4.
Sesuai dengan kehendak Allah swt, kemudian Nabi Musa as lahir (turunan Bani Israil generasi ke-4, jalur Lawe bin Ya’qub. Lihat silsilah lengkapnya). Beliau diselamatkan Allah swt dari petaka Fir’aun, bahkan menjadi putra angkat sampai menginjak dewasa. Karena membunuh bangsa Mesir untuk membela salah seorang turunan Bani Israil, Nabi Musa as melarikan diri ke Madyan dan menikah dengan salah seorang puteri Nabi Syu’aib as. Setelah selama sepuluh tahun bersama keluarga besar Nabi Syu’aib as, Allah swt memerintahkannya kembali ke Mesir, sebagai seorang rasul yang diutus kepada Bani Israel.
Melihat kaumnya tertindas, atas perintah Allah, Nabi Musa as membawa kaumnya itu keluar dari Mesir. Pada tahun 1200 SM, bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il (12 suku sekitar 600.570/670.000 orang) di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju negeri Kan’an (Palestina). Kisah keluarnya Bani Israil dari Mesir itu diceritakan Alquran dalam surah Taha ayat 77 hingga 79
Sebelum sampai di Kan’an, Alquran menerangkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan mereka
1. Mereka dikejar Fir’aun dan tentaranya (sekitar 1.200.000/1.500.000 orang) hingga terjebak antara lautan (bagian utara dari Laut Merah) di depan dan Fir’aun berserta tentaranya di belakang. Lalu Allah menyelamatkan mereka dengan menurunkan wahyu kepada Nabi Musa agar memukulkan tongkatnya ke laut, sehingga mereka dapat menyeberangi lautan itu dengan selamat, dan Allah menenggelamkan Fir’aun dan tentaranya. (Lihat, Asy-Syu’ara : 60-68; Yunus : 90-92; Tafsir al-Kasysyaf, V:14)
2. Setelah Allah menyelamatkan Bani Israel, maka datanglah masa di mana Musa dan Harun harus menderita hidup bersama dengan mereka. Muncullah karakteristik-karakteristik mereka yang kurang baik yang timbul dari lemahnya iman, bodoh dan rasa takut. Setelah mampu menyeberangi laut, mereka langsung mendatangi masyarakat yang secara keseluruhan menyembah patung. Mereka berkata kepada Nabi Musa: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang bodoh.” (Lihat, al-A’raf:138) Di sini mulai tampak watak asli sebagian besar Bani Israil generasi itu, yaitu ingin menyembah tuhan selain Allah padahal Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka:
a. Membebaskan mereka dari perhambahan dan penindasan Fir’aun ketika di Mesir
b. Menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun dan dapat menyeberangi laut Merah dengan aman
3. Watak asli sebagian dari mereka itu semakin tampak terlihat selama perjalanan tersebut,
a. Ketika kepanasan, mereka meminta Musa memohon kepada Allah agar menaungi mereka sehingga tidak kepanasan. Di gurun Sinai yang panas terik itu Allah menaungi mereka dengan awan.
b. Ketika bekal makanan dan minuman sudah menipis, kembali mereka meminta Musa untuk diberikan makanan dan minuman. Permintaan ini kembali dikabulkan Allah dengan menurunkan hidangan makanan “manna” (sejenis makanan yang manis sebagai madu) dan “salwa” (burung sebangsa puyuh).
c. Ketika kehabisan air untuk minum dan mandi, kembali mereka meminta Musa untuk diberikan air. Permintaan ini kembali dikabulkan Allah dengan mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra’il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya. Berbagai tuntutan dan permintaan itu diceritakan dalam surat al-A’raf:160 dan al-Baqarah:61
d. Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka, mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah supaya diturunkan bagi mereka tanaman yang tumbuh di tanah berupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan. (Lihat, al-Baqarah:61)
e. Ketika Nabi Musa as bermunajat dengan Allah di Bukit Sina, sebagian kaumnya kembali sesat menyembah berhala dan membuat patung anak Sapi atas bujukan Samiri. Dalam peristiwa ini semakin jelas watak asli mereka, yaitu berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Peristiwa itu dan sifat-sifat keras kepala mereka dijelaskan dalam Alquran surat Thaha:85-98; Al-A’raf:149-155; dan Al-Baqarah:55,56,63,64).
f. Ketika Allah mewahyukan kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku Kana’an yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan adu kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan’aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya. Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengecutnya kepada Musa: “Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan’aan itu keluar. Kami tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fisik karena mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan’aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu.” (lihat, Qs. Al-Maidah:20-24)
Nabi Musa marah ketika melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman, tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dalam banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata ejekan mereka yang menandakan bahwa hati mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah. Ketika Nabi Musa tidak sanggup lagi membujuk mereka untuk melaksanakan perintah Allah tersebut, maka Nabi Musa berdoa kepada Allah:
رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.” Q.s. Al-Maidah:25
Sebagai hukuman bagi Bani Israil generasi ini (yang menolak perintah Allah), Allah mengharamkan wilayah Palestina selama 40 tahun. Dan selama itu pula mereka berkeliaran di atas bumi tanpa memiliki tempat bermukim yang tetap (Lihat, Q.s. Al-Maidah:26). Mereka hidup dalam kebingungan sampai mereka musnah semuanya. Sedangkan mereka yang taat terhadap perintah itu dapat memasuki Palestina setelah 40 tahun “kutukan” itu berakhir. (Lihat, Tafsir at-Thabari, X:191). Usaha Nabi Musa as untuk membawa Bani Israil masuk ke Palestina tidak berhasil karena mereka tidak mengikuti petunjuk Nabi Musa as sampai ia wafat pada usia 120/150 tahun. Begitu juga saudaranya Harun as, yang wafat 3 tahun sebelum Nabi Musa. Sementara itu Bani Israil masih dalam kesesatan.
Di dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa sesungguhnya nabi Musa ketika hendak menghembuskan nafas terakhirnya berkata, “Ya Allah dekatkanlah aku kepada tanah suci hingga berjarak lemparan batu” Dan Rasulullah bersabda : Demi Allah! Kalau saja saya dekatnya saya akan memperlihatkan kepadamu tempat makamnya di samping jalan dekat bukit yang berwarna merah”.
Setelah beberapa tahun Musa wafat, orang-orang Israel dipimpin oleh beberapa Nabi. Di antara mereka ada Nabi Ilyas dan Nabi Ilyasa. Setelah Nabi Ilyasa meninggal, keadaan bangsa Israel makin kacau balau. Peradaban mereka merosot dan ajaran Nabi Musa mulai ditinggalkan (QS asy-Syu’ara: 63-66).
Keterangan:
Jumlah suku Bani Israil pada zaman Nabi Musa diterangkan dalam Alquran
وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar” Q.s. Al-A’raaf : 160
Imam at-Thabari menjelaskan bahwa Allah telah membagi dan menjadikan mereka beberapa suku, yakni 12 suku (Lihat, Tafsir at-Thabari, X:174).
Berdasarkan catatan sejarah, selama periode Nabi Yusuf di Mesir (sekitar 130 tahun sebelum lahir Nabi Musa), jumlah Bani Israel masih berkisar 72 jiwa, kemudian zaman Nabi Musa mereka sudah berkembang menjadi 12 suku dengan jumlah mencapai 600.570/670.000 jiwa (mereka yang beriman dan ikut keluar dari Mesir bersama Nabi Musa) dan masih ada 1.200.000 yang merupakan suku dzariyyah (mereka yang menetap di Mesir). Jadi total populasi mereka saat itu berjumlah 1.800.570/1.870.000 jiwa. Fakta angka tersebut menunjukkan sebuah perkembangan populasi yang sangat signifikan, padahal antara masa Nabi Yusuf dengan Nabi Musa hanya terpaut 400 tahun (4 abad). (Lihat, Tafsir al-Kasysyaf, V:14; at-Tafsirul Munir I hal. 418).
D.Fase Yusa bin Nun dan Setelahnya
Setelah generasi baru tumbuh dan bertahun-tahun perkelanaan dalam keganasan gurun pasir berakhir, bani Israel dipimpin oleh nabi mereka yaitu Joshua bin Noon/Yusa bin Nun. Yahudi memanggil mereka dengan Yashou. Dia menggantikan Musa untuk memimpin mereka yang menyeberangi sungai Jordan bersama-sama pada tahun 1190 S.M. Lalu mereka dapat menaklukkan musuh-musuh mereka dan menduduki kota Jericho.
Kemudian ia mengomando mereka untuk menginvasi Aai, dekat Ramallah dan berusaha untuk menaklukkan Jerussalam namun usaha ini gagal karena jumlah Yahudi yang terlalu sedikit. Sehinggal hal ini tidak memungkinkan mereka untuk menyebar, menduduki dan mengontrol seluruh wilayah. Sesuatu yang kita ketahui tentang Joshua datang dari hadis Rasulullah saw. yang mengatakan bahwa di saat Joshua berhadapan dengan musuhnya di medan pertempuran, peristiwa itu berlangsung hingga terbenamnya matahari. Ia berdoa kepada Allah agar supaya matahari tidak terbenam terlebih dahulu hingga peperangan itu usai dengan kemenangannya. Maka Allah kabulkan doanya dengan menunda matahari terbenam hingga Joshua memenangkan peperangan.
Kepemimpinan Yahudi setelah Joshua dipegang oleh para pemimpin yang dikenal dengan para hakim. Periode mereka ini dikenal dengan zaman para hakim yang berlangsung lebih kurang 150 tahun. Kendati mereka berusaha keras untuk mereformasi kaum ini namun masa ini terus mengabadikan chaos, pemberontakan, malapetaka, perselisihan dan dekadensi moral serta agama secara umum pada generasi Bani Israel yang berlangsung lebih kurang 150 tahun. Ketika itu mereka berdiam di wilayah datang tinggi di sekitar kota Jerussalem (Al Quds) dan wilayah datar bagian selatan Palestina.
Di saat Bani Israel menyadari kondisi mereka yang kian memburuk, para pemimpin di antara mereka meminta kepada salah satu nabi (yang dipanggil Samuel) untuk menunjuk raja bagi mereka yang mungkin dapat memimpin untuk berperang di jalan Allah. Namun, nabi mereka, yang telah mengenal watak mereka : Artinya : (nabi mereka menjawab) : Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang. Mereka (menjawab) : Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?. Maka ketika perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. (Al Baqarah : 246)
Nabi mereka mengatakan bahwa Tuhan telah menunjuk bagi mereka Talut sebagai raja. Tapi mereka menentang karena mereka : Padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya. (Al Baqarah : 247)
Nabi mereka berkata bahwa Tuhan telah memilihnya di atas kapasitas mereka dan diberi pengetahuan yang luas dan punya kekuatan fisik yang prima.
Talut, seorang pemimpin yang beriman kini memegang puncuk kepimpinan bani Israel yang berlangsung pada tahun 1025 S.M. Narasi-narasi Israel (Israiliyyaaat) menamakannya dengan Shauel. Allah menguji pengikut-pengikutnya; mereka diperintahkan untuk tidak meminum air dari aliran tertentu. Namun mereka gagal mematuhinya walau hanya dengan ujian yang sederhana itu : Kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. (Al Baqarah : 249)
Jumlah sedikit yang lulus di dalam ujian pertama itu tidak dapat melalui tes berikutnya dengan baik ketika mereka menyaksikan Jalut dan pasukannya. Lalu mereka berkata : Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya. (Al Baqarah : 249)
Hanya sedikit sekali kelompok yang masih beriman dan berperang dengan gigih sampai akhirnya Allah berikan mereka kemenangan, di manan nabi Daud A.S yang masih muda– dapat membunuh Jalut dalam peperangan ini dengan ketapel batu (senjata perang kuno).
Sejarah Talut tidak begitu jelas. Namun, riwayat Israeliyaat menyebutkan bahwa sekitar tahun 1004 S.M, pasukan palestina mengalah Talut Shauel di peperangan Galobou. Mereka dapat membunuh tiga bani ini, yang memaksanya untuk melakukan aksi bunuh diri, memotong kepalanya dan memaku badanya sebagaimana itu juga dilakukan oleh anak-anaknya pada dinding kota Bashan.
E.Fase Daud dan Sulaiman
Bab baru dalam sejarah Bani Israel telah terbuka di bawah pemerintahan Daud A.S. Ia menggantikan Talut pada tahun 1004 S.M. Ajaran tauhid tersebat di seluruh wilayah tanah suci. Nabi Daud dianggap sebagai pendiri yang ril bagi kerajaan Bani Israel di palestina. Yahudi pada periode sebelum ini hanya dapat menguasai sebagian kecil wilayah Palestina dan terbatas sekali. Zaman yang disebut dengan zaman para hakim hanya berlalu dengan semaraknya peperangan sporadik antara kabilah-kabilah kecil. Setiap kabilah hampir tidak pernah dapat mempertahankan wilayah tanah yang telah diduduki. Nabi Daud A.S dilahirkan di Bethlehem.
Kekuasaannya berlangsung 40 tahun dari kira-kira tahun 1400 S.M sapai 963 S.M. Pada awal mulainya, ibukota pemerintahannya adalah Hebron (Al Khalil), ia berdiam di sana selama 7 tahun. Jadi sekitar tahun 995 S.M ia menduduki Jerussalam dan memindahkan ibukotanya di sana. Ia mengerahkan seluruh balatentaranya untuk memerangi orang-orang yang tidak beriman in tanah suci ini hingga ia mampu untuk menaklukkan mereka pada tahun 990 S.M. Ia mampu untuk memaksa Damascus untuk membayar pajak tanah (land-taxes) dan menaklukkan Muabis, Edomis dan bangsa Ammonites. Pada periode itu, para pengikut ajatan tauhid untuk pertama kali dalam sejarah kala itu untuk mendominasi sebagian besar wilayah Palestina. Tapi, yang paling mungkin, bahwa tapal batas kerajaan Daud tidak terhubungkan dengan laut kecuali pada tempat dekat Yoya (Jaffa). Tapal batas kerajaan Israel pada puncak keemasannya berjarak dengan panjangnya 120 mil dan lebarnya 60 mil. Arealnya tidak lebih dari 1.200 mil persegi (square miles)—20 ribu km2 yang kira-kira 7 ribu km2, kurang dari wilayah Palestina yang ada sekarang.
Bangsa Yahudi mengontrol wilayah dataran tinggi, namun mereka gagal untuk menguasai wilayah-wilayah datar (plains) khususnya sebagian besar daerah pesisir Palestina yang merupakan bagian yang belum pernah dikuasai oleh kerajaan mereka sepanjang riwayatnya sama sekali.
Kalau memang Yahudi kontemporer berbangga dengan Daud A.S dan mengasumsikan diri mereka sebagai penggerek benderanya dan mewarisi kebesarannya. Tetapi sesungguhnya umat Islam menganggap diri mereka lebih berhak dengan Daud A.S dibanding dengan Bani Israel. Karena mereka mengimaninya sebagai nabi dari nabi-nabi Allah, mencintai dan menghormatinya. Mereka bangga dengannya karena ia telah berhasil mendirikan negara iman yang berdiri di atas fondasi tauhid di Palestina. Dan mereka adalah orang-orang yang kini berjalan di atas jalannya dengan membawa bendera tauhidnya setelah mengundurkan diri, menjadi kafir, menyekutukan Allah SWT dan mengingkari janji-janji mereka dengan Allah.
Kita ketahui dari Al Quran bahwa Allah SWT telah menganugerahkan kepada nabi Daud A.S suatu hikmah dan diturunkan kepadanya kitab suci Zabur. Ia juga diberikan kerajaan yang kuat. Bahwa gunung-gunung dan burung-burung bersama-samanya memuji dan berzikir kepada Allah ketika ia menyanyikannya dengan khusyudan suaranya yang menyentuh (lihat, Saad : 17-20, 26; Al Anbiyaa : 80; Saba : 10-11
Nabi Sulaiman A.s mewarisi bapaknya Daud dalam bidang ilmu, hikmah dan kenabian. Menurut riwayat-riwayat bahwa nabi Sulaiman tergolong dalam salah satu dari 19 anak Daud. Sulaiman dilahirkan di Jerussalem dan pemerintahannya di tanah yang berkah ini berlangsung sekitar 40 tahun (963-923 S.M).
Allah telah anugerahkan kepada Sulaiman kerajaan yang tidak pernah ada setelah itu. Allah telah jadikan bangsa jin tunduk berkhidmat kepadanya sebagaimana angin juga tunduk dibawah komandonya. Sulaiman terkenal dengan hikmah, keadilan, kekuatan dan kekuasaannya. Sebagaimana Allah telah ajarkan kepadanya bahasa bangsa burung dan binatang.
Tentu apa yang menjadi kelebihan nabi Sulaiman merupakan mukjizat rabbaniyyah yang dianugerahkan kepadanya sebagai bukti atas kenabiannya. Palestina telah dianugerahi dengan pemerintahan imani yang penuh dengan kemukjizatan yang didukung oleh balatentara jin, manusia, burung dan angin. Allah muliakan Sulaiman dengan mukjizat yang bisa mengalirkan tembaga yang dapat mengalir bagaikan mata air yang memercik dari bumi. Kerajaan ini telah menyaksikan dinamika pembangunan, kemajuan yang pesat sebagaimana kekuasaannya membentang sampai ke Sabaa di wilayah Yaman.
Kisah Sulaiman terdapat di dalam Al Quran dalam jumlah yang berkali-kali sebagai indikasi atas ilmu, kerajaan dan kenabiaannya. (lihat, Saad : 35-40; Al Naml : 16-17; Saba : 12-13; Al Anbiyaa : 81
Dari hadis-hadis Rasulullah saw. dapat kita simpulkan bahwa nabi Sulaiman memiliki kekuatan fisik yang prima dan merupakan orang yang sangat menyenangi perang di jalan Allah serta beristeri banyak.
E.Fase Setelah Sulaiman
Pemerintahan Daud dan Sulaiman berlangsung lebih kurang 80 tahun yang merupakan zaman keemasan pemerintahan yang berdiri di bawah payung tauhid dan iman atas Palestina sebelum kedatangan Islam.
Setelah kematian Sulaiman, kerajaannya terpecah menjadi dua bagian sebagai dua negara yang terpisah yang kerap saling menyerang dari waktu ke waktu. Masing-masing menderita kerusakan internal, kelemahan militer dan politik serta pengaruh asing. Ketika Sulaiman meninggal dunia, representatif 12 kabilah Bani Israel mengadakan pertemuan di Shechem (dekat Nablus) untuk mengangkat Rehbeam bin Sulaiman sebagai raja. Namun, menurut beberapa riwayat, bahwa para utusan dari 10 kabilah bersepakat untuk tidak mengangkatnya karena ia tidak menjanjikan mereka untuk menurunkan pembayaran pajak. Sebaliknya, mereka memilih Yarbaam yang berasal dari kabilah Ephraim sebagai raja baru dan menyebut kerajaan mereka dengan sebutan Israel. Mereka tetapkan Shechem sebagai ibukota mereka (yang kemudian disebut dengan Tarzah dan Samaria).
Pengganti raja ini adalah Akhab yang berkuasa dari tahun 874 S.M sampai 852 S.M. Ia mengizinkan isterinya yang bernama Isabel, anak raja Sidon dan Ture, untuk mengikuti ibadah penyembahan Tuhan orang Phoenis yaitu Ba’al yang konsekuensinya memancing sebuah revolusi yang dikepalai oleh seorang aparat yang bernama Yaho yang berhasil menggulingkan Akhab dan dapat merestorasi peribadatan kepada Yahweh.
Pada periode Yarbaam kedua dari tahun 785 S.M hinggal 745 S.M, ia merupakan generasi ketiga dari keturunan Yaho, kerajaannya meluas ke arah utara yang harus menggusur orang-orang Aramaian. Tapi situasi ini tidak berlangsung lama karena munculnya raja Assyria Tajilat Blissr ketiga (745 S.M-727 S.M) berhasil untuk mengakhiri ekspansi kerajaan tersebut. Penggantinya adalah Shillmanasar kelima dan setelah itu adalah Sarjon kedua dapat memberikan pelajaran kepada Joshua, yang merupakan raja terakhir dari Bani Israel. Mereka berhasil menghancurkan kerajaannya pada tahun 721 S.M. Kemudian bangsa Arssyrian ini berhasil memindah Bani Israel ke wilayah Haran, Khabour, Kurdistan dan Persia serta menempatkan orang-orang Aramaian sebagai pengganti Bani Israel yang sudah hengkang. Kelihatannya orang-orang Israel yang terusir sudah bercampur baur dengan penduduk jiran di pengungsian secara sempurna sehingga tidak ada jejak kesepuluh kabilah Israel tersebut yang dapat diselusuri.
Menurut sumber Israeliyyaat, pada pemerintahan Yarbaam bin Sulaiman (923-916 S.M) telah tersebar ibadah berhala, kerusakan moralitas bangsa dan semaraknya sodomi. Ketika ia digantikan oleh anaknya yang bernama Abyam, (915-913 S.M) kondisi moralitas bangsa masih rusak. Di waktu Yhoram bin Yahoshfat berkuasa (849-842 S.M) ia telah membunuh enam saudaranya bersama dengan kelompok dari para pemimpin suatu kaum. Adapun Youhaz bin Yatam (735-715 S.M) disebutkan bahwa hatinya sangat terpikat dengan kecintaan pada berhala-berhala. Bahkan ia mengorbankan anak-anaknya di pelataran penyembelihan yang dipersembahkan kepada berhala dan membiarkan dirinya terkekang dan menjadi budaknya hawa nafsu dan kenakalan. Mansi bin Hazqiya, yang memerintah dari tahun 687-642 S.M, telah menggiring masyarakatnya untuk berpaling dari menyembah Tuhan dan mendirikan tempat-tempat ibadah berhala buat mereka.
Hal demikian bukanlah sesuatu yang aneh bagi Bani Israel. Maka itu yang menjadi moralitas mereka ketika bersama Musa A.S. dan ini yang turut bersaksi. Sebagaimana Alquran mensinyalir bahwa mereka telah merubah, mengganti dan menyelewengkan firman Allah serta membunuh para nabi. Sebagaimana firman Allah, artinya : Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak dingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (Al Maidah : 70)
Sejarah berbicara bahwa mereka telah membunuh nabi Haziqual karena ia melarang seorang dari hakim dari perbuatan mungkar. Raja Mansi bin Hazqiya membunuh nabi Ashiya bin Amous. Ia memerintahkan untuk menggantungnya di atas dahan pohon karena nabi tersebut telah menasehati dan memberikannya wejangan. Yahudi juga membunuh nabi Armiya dengan cara melemparinya dengan batu karena ia mengutuk mereka yang telah berbuat kemungkaran.
Kerajaan Judah kelihatannya sudah terserang oleh faktor-faktor kelemahan, sebagaimana ia juga terjerumus ke dalam pengaruh asing sejak lama. Ini yang menyebabkannya terus diserang dan mengalami kekalahan berulang kali sehingga membuat para musuh dengan mudah dapat memasuki Jeerussalam. Sheshaq, salah satu Firaun Mesir, memasuki Jerussalem dan mengambil kekuasaan atasnya pada masa akhir abad ke 10 S.M.
Bangsa Palestina dan Arab juga menyerang Jerusalem pada periode pemerintahan Yahoram (849 S.M-842 S.M). Mereka dapat masuk dan menduduki istana Yahoram serta menangkap anak-anak dan isteri-isterinya. Adapun raja Hazqiya (715-685 S.M) ia harus dengan terpaksa mendeklarasikan penyerahan diri kepada raja Assyrian, Sarjon Kedua, setelah berhasil mengalahkan kerajaan Israel. Mansi bin Hazqiya juga harus membayaar pajak kepada Assyrhadon dan Assyrbanybal, yang merupakan dua raja Assyria. Orang-orang Assyaria mengikat raja ini dengan rantai yang terbuat dari tembaga dan mengirimnya ke Babiloni. Kemudai dia kembali ke Jerusalem dan meninggal di sana.
Pada masa pemerintahan Yoshyia bin Amon (640 S.M-609 S.M), Nackhaw Mesir hanya berkuasa tiga bulan. Yoshyia menangkapnya dan mengirimkan kembali ke Mesir dan meninggal di sana. Ia digantikan oleh Yahoyaqim bin Yashia (609 S.M-548 S.M). Penguasa ini telah mengeksploitasi raksi dengan berbagai pajak untuk dibayarkan kepada petingginya di Mesir dan kembali menyembah berhala. Pada masa kekuasaan Yahoyaqim, Buchadnezzr Babylonia berhasil mengalahkan Nackhaw Mesir, di selatan Syria pada tahun 605 S.M dan terus merayap hinggal akhirnya dapat memasuki Jerusalem. Di sana ia dapat menaklukkan Yahoyaqim, mempermalukannya dan memaksakan negaranya untuk menyerah di bawah kekuasaannya. Dan ketika Yahoyaqim memberotak melawan Buchadnezzar, pendatang dari Babylonia ini terus memasuki Jerusalem bersama balatentaranya dan berhasil mengikat Yahoyaqim dengan rantai dari tembaga hingga akhirnya meninggal dunia.
Ketika Yahoyaqim berkuasa dari tahun 598 S.M-597 S.M, Nebuchadnezzer, atau Buchadnezzar, mengepung Jerusalem. menangkap raja dan keluarganya, pemimpin Yahudi dan sekitar 10 ribu dari populasinya, yang lebih dikenal dengan tahanan pertama. Mereka juga menjarah beberapa harta karun yang berada di candi dan mengirimnya ke Babilon. Maka dari itu, Nebuchanezzar menunjuk Sodkiya bin Yoshyia (597 S.M-586 S.M) yang diambil sumpah setia kepadanya. Namun Sodkiya, saat menjelang hari-hari akhir rezimnya, memberontak melawan orang-orang Baylonia yang kembali maju terus memasuki Jerusalem dan mengepungnya hinggal 18 bulan sampai akhirnya mereeka menyerahkan diri. Nebuchanezzar membumi hanguskan Jerusalem. Ia ratakan tempat-tempat ibadah yang ada, menjarah kekayaan dan harta karun, menangkap sekitar 40 ribu Yahudi dan mengirim mereka ke Babylonia yang dikenal dengan sebutan tahanan Bobylonia kedua. Orang Yahudi yang tersisa akhirnya berimigrasi ke Mesir, termasuk nabi Arimyah. Kerajaan Judah jatuh pada tahun 586 S.M.
Kitab Talmud mencatat bahwa kejaatuhan dan kehancuran negara Yahudi tidak mungkin terjadi kecuali dikarenakan oleh dosa-dosa Bani Israel yang telah mencapai puncaknya. Akhirnya dosa-dosa itu terlalu membebani Tuhan yang maha Agung. Ketika mereka menolak untuk mendengarkan nasehat Arimyah dan peringatannya, serta setelah penghancuran canti, nabi Arimyah berceramah di depan Nebuchadnezzar dan Chaldea. Ia berkata : Hendaknya kamu tidak hanya berpikir bahwa hanya dengan kekuatanmu saja kamu dapat mengalahkan orang-orang pilihan Allah ini; tapi sesungguhnya itu karena dosa-dosa mereka yang sangat memalukan ini yang menggiring mereka terjerumus dalam azab.
Kitab Taurat mensinyalir bahwa dosa-dosa Bani Israel yang menyebabkan keruntuhan kerajaan mereka dengan lisan salah seorang nabi mereka Shiya sebagai berikut : Artinya : Celakalah bagi umat yang bersalah, bangsa yang melakukan dosa besar, keturunan para pelaku kejahatan, bani perusak yang meninggalkan Tuhan dan meremehkan kesucian Israel, adalah orang-orang yang telah mundur ke belakang dan murtad. (Kitab Ashiya bab1)
Paska keruntuhan kerajaan Israel di Palestina, bangsa Yahudi hidup dalam periode/masa yang disebut dengan Hegemoni Babylonia yang berkedudukan di Irak. Ini merupakan periode di mana mereka sudah memulai penulisan kitab Tauraat, atau masa yang tidak kurang dari 700 tahun setelah kehadiran Musa A.S. Tulisan ini belum selesai kecuali para akhir abad ke 2 S.M (setelah lebih kurang 400 tahun)
Pada saat itu bangsaa Yahudi telah menjauhi komitmen mereka kepada agama dan mentaklid negara-negara tempat berdomisili mereka masing-masing dengan menyembah berhala-berhala.
Kesempatan untuk kembali ke Palestina muncul kembali setelah keberhasilan kaisar Parsi, Qorash Kedua, menaklukkan negara Chaldania Babylonia pada tahun 539 S.M. Pada masa ini bangsa Yahudi turut andil dalam penaklukan negara ini. Kaisar dapat mengalahkan Media dan telus memperluas pengaruhnya hingga keseluruh wilayah palestina, yang pada gilirannya masuk dalam dominasi Parsi ((539-332 S.M) Dengan kemenangan ini Qorash mengizinkan bangsa Yahudi untuk kembali ke tanah Paletina sebagaimana mereka juga diperbolehkan untuk merekonstruksi sinagog (al haikal) di kota Jerusalem. Namun kesempatan ini tidak dimanfaatkan oleh kebanyakan Yahudi untuk kembali. Hal ini karena kebanyakan orang Parsi sangat mengagumi tanah yang baru mereka taklukan ini, dan hanya sedikit para kaum ekstrimis yang menolak untuk berasimilasi dengan penduduk lain. Sesuatu yang yang dapat melindungi Yahudi dari kebinasaan.
Seorang sejarahwan mengatakan bahwa jumlah mereka yang kembali adalah 42 ribu, jumlah yang minoritas bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang sebenarnya. Mereka ini yang kembali membangun tempat ibadah, dan bangunan tersebut rampung pada tahun 515 S.M. Di wilayah Jerusalem, Yahudi menikmati semacam otonomi di bawah dominasi Parsi. Namun otonomi ini tidak lebih dari wilayah yang hanya beradius lebih kurang 20 km dari semua arah. Pada tahun 332 S.M, Penguasa Makedonia Alexander dapat menduduki Palestina dalam kampanyenya untuk menduduki Syria Raya, Mesir, Iraq, Iran dan sebagian wilayah India. Alexander tetap melindungi bangsa Yahudi. Sejak masa itu, palestina memasuki era yang disebut dengan Era Helenistik Yunani yang berakhir hinggal tahun 63 S.M.
Setelah kematian Alesxander, pecah konflik di antara para pemimpin-pemimpin yang menyebabkan pembagian kerajaan. Palestina dan sisa Syria yang berdelta, dari selatan Lattakia, Lebanon dan sebagian Syria seperti Damascus, Mesir dan Borqa (Libya) dan sebagian dari pulau-pulau di laut Aegean jatuh ke tangan penguasa Ptolemy. Kekuasaan dan kekuasaan orang setelah dia disebut dengan era Ptolemaik. Kekuasaan ini berlangsung di Palestina dari tahun 302 S.M hinggal 198 S.M. Ptlolemaik merasa simpati kepada bangsa Yahudi, di mana seluruh urusan mereka diambil oleh para Pendeta Besar. Kemudian datang setelah itu orang-orang Seleucids di mana bagian kekuasaan mereka setelah kematian Alexander meliputi wilayah Syiria Utara, Asia Minor, Rafidain (wilayah Tigris dan Eufrat) serta dataran tinggi Iran. Mereka dapat mendominasi Palestina setelah berhasil menang dalam pertempuran Banion di mana raja Seleucid yaitu Antiokhis Ketiga dapat meraih kemenangan yang gemilang atas orang-orang Ptolemaik. Dominasi orang-orang Seleucid atas Palestina ini berakhir hingga tahun 63 S.M.
Orang-orang Seleusid berusaha untuk dapat mempengaruhi kehidupan orang Yahudi dengan Helenisme Yunani. Maka, Antiokhis Keempat mencoba untuk menjauhkan Yahudi dari ajaran agama mereka. Pada tahun 167 S.M, ia mengirim salah seorang pemimpin kepada Yahudi dan menugasinya untuk melenyapkan ajaran ritual dan menggantikan Tuhan mereka Yahya, dengan Tuhan Olimpik yaitu Zeus. Ia menunjuk salah seorang pendeta Yunani yang menyembah berhala di Jeusalem. Pendeta ini mengharamkan pelaksanaan khitan, kepemilikan buku suci dan menghalalkan bagi mereka untuk mengkonsumsi daging babi. Merespon perintah-perintah ini, orang-orang Yahudi terpecah dalam dua golongan : sebagian, berpaling dari ajaran mereka karena puas atau terpaksa, mereka disebut dengan Hellenistik atau Yunanis. Mereka bermukim di Jerusalem dan di daerah-daerah Yunani. Kelompok kedua, adalah orang-orang yang menentang hal ini yang harus hengkang dari Jerusalem. Namun jumlah mereka hanya sedikit. Kelompok ini disebut dengan kelompok orang-orang suci (the party of the saints).
Secara umum, orang-orang Yunani telah mempengaruhi kehidupan Yahudi. Bahasa Aramaik menggantikan bahasa Ibrani. Dan bahasa Yunani menjadi bahasa yang dipergunakan di sekolah-sekolah. Dari orang-orang Yahudi muncul kelompok yang mendukung Yunani dan berupaya keras untuk dapat mencapai kekuasaan di bawah kepmimpinan pendeta besar yang bernama Jayson.
Yahudi yang meniggalkan Jerusalam, kelompok orang-orang suci, telah mempercayakan kepemimpinan mereka kepada Mattathyas (Mattayeeh), ketua keluarga Ashmonia, yang meninggal dunia dalam waktu yang tidak terlalu lama. Maka ia disuksesikan oleh anaknya yang bernama Judah, yang juda dipanggil Maccabee, yang bermakna palu. Ia memberontak terhadap orang-orang Sleucid dan mengalahkan mereka lebih dari sekali (166 S.M- 165 S.M).Orang Yahudi banyak bergabung dengannya. Ini yang membuat Antiokhis Keempat harus memberhentikan opresi yang ia lakukan terhadap Yahudi. Orang-orang Maccabees kembali ke Jerusalem pada tanggal 25 Januari 164 S.M. Yahudi terus merayakan kemenangan ini hinggal sekarang yang disebut dengan Pesta Cahaya (Hanukah).
Setelah itu otonomi dapat direalisir di Jerusalem, namun hal ini meluas atau menyempit dan bertambah kemerdekaannya atau melemah sesuai dengan perkembangan konflik kekuatan besar yang berlangsung di Palestina (antara Romawi-Ptolemaik-Seleusid). Rezim kekuasaan menjelma menjadi warisan bagi keturunan Judah, Maccabee. Orang-orang Maccabee berkuasa sebagai Pendeta Kepala dan mereka sebut mereka seperti raja-raja, namun mereka tetap merupakan subordinat dan tetap membayar pajak tanah kepada orang-orang Seleucid. Pada tahun 143 S.M, Kaisar Dimetirus Kedua telah membebaskan orang-orang Yahudi dari kewajiban untuk membayar berbagai pajak dan menjuluki penguasa dengan Simon. Di kalangan Yahudi sepakat untuk mengkonsiderasinya sebagai seorang raja. Maka dari itu, rezim kerajaan telah berdiri dan orang-orang Seleucid mengakuinya dan memberikan Simon hak untuk menggunakan uang koin secara legal.
Pada era raja Yahudi Alexander Janous (103 S.M – 67 S.M), rezimnya terus meluas hingga mencakup wilayah Trans-Jorda, yang disebut oleh orang Yahudi dengan sebutan Iberia dan pesisir. Perbatasan kerajaannya hampir berhubungan dengan perbatasan kerajaan Sulaiman. Setelah kematiannya, kekuasaan jatuh ke tangan isterinya, Salom Alexandra, yang berkuasa hingga tahun 67 S.M. Kemudian, kedua anaknya berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan, dan bangsa Arab Nabatean ikut campur dengan memberikan bantuan kepada Hercules Kedua melawan adiknya yang bernama Aristopolous. Pada tahun 63 S.M, pemimpin Romawi yang berkenal yaitu Pompeii, dapat menghancurkan negara kecil Yahudi dan menunjuk Heirkanous Kedua sebagai kepada para pendeta. Ia berhasil membumihanguskan dinding-dinding yang berada di kota Jerusalem, memindahkan sebagian yang lainnya dari tangan orang-orang Yahudi dan membiarkan dinasti Maccabee untuk dapat survive di bawah dominasi orang-orang Romawi.
E.Fase Zakaria, Yahya, dan Isa
Pada periode 47 S.M-40 S.M, koloni ini jatuh ke tangan penguasa Edam yang bernama Ante Peter. Pada tahun 40 S.M, orang-orang Parsi menyerang Palestina dan menunjuk Ante Johanous yang merupakan saudara dari Hercanous Kedua, sebagai penguasa dan kepala para pendeta. Rezim Ante Johanous berlangsung hingga tiga tahun. Ia merupakan orang terakhir dari dinasti Maccabee. Pada tahun 37 S.M, orang-orang Roman dapat menaklukan Parsi dan merestorasi kekuasaannya yang hilang atas Palestina dan menunjuk Herod, anak Ante Peter, sebagai penguasa. Herod berubah menjadi penganut Judah dan mencoba untuk berkonsiliasi dengan orang-orang Yahudi namun ia akhirnya sangat jengkel dengan mereka. Ia secara umum adalah orang yang tiran yang punya loyalitas tinggi kepada Romawi. Ia merenovasi candi dan melipatgandakan luas arealnya, meninggikan bangunan langit-langitnya dan memperindahnya menjadi sebuah bangunan yang punya arsitektur dan perfeksi yang tinggi sekali.
Rezim Herod berlanggung hingga tahun 4 S.M, yang di mana dua nabi hidup pada masa ini yaitu nabi Zakariya A.S dan anaknya Yahya A.S. Isterinya binti Imran A.S juga hidup para periode ini. Pada akhir hayatnya, nabi Isa A.S dilahirkan.
Zakariya adalah seorang tukang kayu. Ia adalah orang yang menanggung kehidupan Maryam binti Imran, dan diberikan anak setelah usianya lanjut dan Maryam adalah seorang yang mandul yang diberi nama Yahya. Masing-masing Zakaria dan Yahya punya andil yang besar dalam mendakwahi Bani Israel agar kembali kepada hidayah dan kebenaran.
Telah datang berita gembira kepada Yahya bahwa ia akan menjadi: yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh. (Ali Imran : 39)
Untuk memimpin masyarakatnya dan menggungguli mereka serta mengekak dirinya dari hawa nafsu sebagai wujud dari menjaga kehormatan (iffatan), bentuk zuhud dan menjadi seorang nabi. Ketika Yahya dilahirkan dan umur telah baligh untuk diperintah oleh Allah dengan firman-Nya : Artinya : Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. (Maryam : 12)
Artinya ambil apa yang ada di dalam kitab Allah dengan sungguh-sungguh dan semangat. Dan Dia akan berikan kepadanya hikmah dan kekuatan akal dari semenjak masa kecilnya. Sebagaimana firman Allah : Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, (Maryam : 12)
Yahya menjalankan tugas dakwahnya dan beramar maruf nahi munkar. Ia dikenal dalam literatur masehi dengan sebutan John Baptis. Baptis dinisbatkan kepada apa yang disebut bahwa ia membaptis manusia (memandikan mereka dengan air) untuk mensucikan mereka dari kesalahan-kesalahan. Yahya diberitahu akan kedatangan nabi Isa A.S.
Nabi Yahya harus mengorbankan hidupnya untuk mempertahankan sikap solidnya melawan kehendak Herod untuk kawin dengan kemenakan Yahya dari anak adik lakinya (ada yang mengatakan bahwa ia adalah anak dari adik perempuannya). Ia adalah seorang perempuan cantik yang bernama Herodya. Herodya dan ibunya menjadi sangat benci kepada Yahya karena menghalangi pernikahan Herodya dengan Herod. Dan akhirnya ia berzina dengan Herod serta berdansa didepannya sehingga ia dapat menguasai seluruh perasaan sang raja ini. Maka Herod meminta kepadanya untuk dapat berangan-angan hingga akhirnya angan-angan itu berbuah pada keinginan akan memiliki kepala Yahya!! Hal itu dikabulkan Herod dan dibunuhlah Yahya. Kemudian kepalanya dihadiahkan kepada pelacur ini!! Sebagaimana firman Allah : Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. (Maryam : 15)
Ketiranan Herod tidak cukup berhenti sampai di sini, namun ia juga membunuh Zakaria A.S dengan menggergajinya!! Karena ia membela anaknya Yahya dan juga menentang perkawinan karena halangan keturunan.
Adapun Maryam kepala wanita-wanita sedunia dilahirkan sebelum Yahya A.S. Ibunya telah menazarkannya di saat ia masih di dalam kandungan di dalam jalan Allah (Lihat, Q.s. Ali Imran:37)
Adapun Nabi Isa dilahirkan sekitar tahun 4 S.M di Betlehem. Menurut riwayat bahwa Maryam minggat bersama Isa dengan Yusuf seorang tukang kayu ke Mesir yang takut akan nasib anaknya dari ketiranan Herod dan ketidakadilannya. Kemudian tidak berselang lama ia kembali ke kota Nazareth di mana, Isa menghabikan masa kecilnya dan tumbuh di sana. Setelah itu ia lebih dikenal dengan nama Yesus Krist dan para pengikutnya disebut dengan orang-orang Kristen.
Di Palestina, Isa A.S menjalankan tugas sucinya dakwah kepada Allah dan memeras energi yang besar untuk menggiring bangsa Yahudi kepada hidayah ilahi, dan memberi mereka kabar gembira akan kedatangan nabi terakhir bernama Muhammad saw. (Lihat, as Saff : 6)
Kendati mukjizat-mukjizat yang dianugerahkan Allah kepadanya dan apa yang dikandung oleh misi sucinya dari kebenaran dan cahaya namun Bani Israel menolak dan tetap mengingkari serta memposisikannya sebagai musuh. Hanya sedikit sekali yang meyakininya.
Menurut narasi historis bahwa nabi Isa pergi ke Jerusalem dan mengunjungi sinagog (tempat ibadah) kira-kira pada tahun 30 Masehi di saat berlangsungnya perayaan Easter. Ia menolak keberadaan sistem penukaran uang dan para pedagang di sekitar tempat ibadah.
Lembaran sejarah konflik antara kebenaran dan kepalsuan atas tanah suci ini telah didistorsi. Bani Israel telah melakukan kebohongan kepada Nabi terkhir mereka dan menuduhnya dengan sihir dan akhirnya mereka berkonspirasi atasnya. Orang-orang pengikut nabi Isa yang disebut dengan sebutan al-hawariyyun telah mengimani Isa A.S dan menyebarkan dakwahnya setelah kematiannya, namun mereka selalu saja menemukan rintangan dan siksaan yang tidak ringan. Mereka tetap meneruskan mendakwahi orang Yahudi dan menceramahi mereka di rumah ibadah. Ketika jumlah orang-orang nasrani kian hari kian berlipat ganda dan setelah sekian tahun Yahudi menghawatirkan tersebarnya dakwah ini. Mereka menuntur penangkapan Peter dan yang lainnya untuk dipersidangkan di depan Dewan Syanhadrin. Tapi majlis ini merasa cukup untuk mencambung mereka dan membebaskan mereka kembali. Para pengikut yang baru akhirnya harus melarikan diri ke daerah Samaria, Kaisareh dan Antakiyah. Di sana mereka dapat bertemu dengan kelompok nasrani lainnya. Peter juga harus hengkang ke Roma di mana dia mendirikan kelompok nasrani di sana. Dia memfokuskan dakwah untuk mengajak Yahudi kembali ke ajaran yang benar. Adapun Paul, dia berdakwah kepada orang-orang yang menyembah berhala sebagaimana ia juga berdakwah kepada Yahudi dan mengartikulasi terminologi-terminologi dan pemahaman-pemahaman filosofis untuk menginterpretasi ajaran nasrani yang sesuai dengan standar peradaban Helenistik yang lestari saat itu.
Paul Peter harus mengakhiri hidupnya dengan eksekusi mati para era Kaisar Romawi yang bernama Nero pada tahun 64 Masehi. Tapi risalah yang diproklamirkan oleh Isa A.S dalam tempo yang tidak terlalu lama harus mengalami distorsi dan Injil yang diwahyukan kepadanya telah berubah. Para pengikutnya setelah kepergiaannya telah dipengaruhi oleh peradaban Helenistik dan rezim Romawi. Dan dakwah mereka telah bercampur dengan banyak tradisi, ritual dan ajaran-ajaran yang tersebar di negara-negara di mana dakwah tersebut diajarkan. Itu menjadi mudah bagi masyarakat untuk memeluknya. Ajaran nasrani tidaklah mengakar dalam masyarakat hingga Kaisar Constantine, mengimaninya pada tahun 325 Masehi. Setelah itu, ajaran nasrani menjadi agama resmi di seluruh kekaisaran Romawi. Constantine melindungi Palestina dan mendirikan gereja suci Sepulchre, yang menjadi salah satu gereja terpenting kristen. Ia juga mendirikan gereja Ascensian di gunung Zaitun (Mount of Olives) dan gereja Nativity di Bethlehem. Bangsa Palestina pada masa itu memeluk ajaran kristen hingga kemenangan orang Islam harus merambah sampai ke Palestina.
Eksistensi Terakhir Yahudi di Palestina
Sekali lagi untuk melihat kondisi Bani Israel di wilayah Palestina setelah turunnya nabi Isa A.S. Romawi telah mulai memerintah Jerusalem dan wilayah Palestina lainnya secara langsung yaitu sejak 6 Masehi. Pada periode mereka memecat Archilles, yang menggantikan orang tuahnya, Herod karena telah menyalahgunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Peristiwa Isa al Masih A.S berlangsung yaitu pada masa gubernur Pontious Pilate (26-36 S.M)s. Pada bulan November 66 Masehi, pada periode Kaisar Nero, orang-orang Yahudi memberontak terhadap kekuasaan Romawi, tapi komandan militer Romawi Tetas dapat menumpas revolusi ini yang berlangsung empat tahun pada bulan September 70 Mesehi. Maka ia dapat memasuki kota Jerusalem setelah pengepungan yang ketat, pembunuhan, penjarahan dan pembakaran kemudian menghancurkan sinagog yang dibangun oleh Herod sehingga tidak tersisa satu batupun dari bangunan rumah ibadah tersebut. Kota Jerusalem menjelma menjadi kota mati, rata dengan tanah. Banayak dari para tawanan yang diperjualbelikan sebagai budak secara murah di pasar-pasar Kekaisaran Romawi. Para bangsa Yahudi berharap agar dapat dibeli oleh orang yang dapat memperlakukannya secara manusiawi dan tidak mengirimnya ke ring wrestling yang ganas yang merupakan tradisi orang Romawi untuk menikmati pemandangan orang buas yang memangsa yang lain!!! Pemimpin ini juga membangun tugu kemenangan di kota Roma sebagai simbol keberhasilannya untuk menundukkan orang-orang Yahudi yang masih berdiri hingga sekarang. Di atasnya di ukir catatan untuk mengenang kemenangan tersebut dan terlihat di sana tongkat yang terbuat dari lilin yang memiliki tujuh kepala yang sangat terkenal sebagai milik orang Yahudi. Benda ini juga diambil dari sinagog di atas.
Kembali orang-orang Yahudi memberontak terhadap Romawi di bawah kepemimpinan Bracokhapa yang asli namanya adalah Simon. Revolusi mereka ini berakhir bertahun-tahun dari tahun 132-135 Masehi. Ia berhasil mengumpulkan Yahudi dalam jumlah yang cukup besar. Ia berusaha untuk dapat menduduki Jerusalem tapi Kaisar Romawi Hadrian mengirim balatentara dalam jumlah yang sangat besar di bawah kepemimpinan Julius Cephrius yang dapat mengalahkan Yahudi dan kembali menduduki Jerusalem. Yahudi akhirnya hengkang ke daerah Battier, di mana puing-puing benteng pertahanan tempat berlindungnya orang-orang Yahudi masih tersisa di sana. Orang Arab menyebutnya dengan Kherbit Yahudi. Hadrian mengambil keputusan untuk membunuh para pemberontak secara kejam, membumihanguskan Hierosolyma dan mencangkuli lokasinya, membunuh serta menangkapi bangsa ini dalam jumlah yang besar. Tidak hanya sampai di situ, Yahudi juga dilarang masuk, hidup bahkan datang untuk mendekati kota Jerusalem. Ia memperbolehkan orang Kristen untuk hidup di sana namun mereka harus tidak berketurunan Yahudi. Di atas puing-puing kota Jerusalem, Hadian membangun kota baru yang dinamakan dengan Elia Capitolina yang kemudian lebih dikenal sebagai Elia, yang merupakan awalan nama Hadrian Pertama. Dan tepat di atas rumah ibadah yang sudah diratakan dengan tanah itu dibangun tempat ibadah berhala sebagai persembahan untuk Jupiter.
Larangan bagi Yahudi untuk memasuki kota Jerusalem terus berlanjut hingga 200 tahun kemudian. Mereka jarang sekali datang dan hidup di wilayah ini kecuali pada abad ke 19 M.
Mereka tersebar ke belbagai belahan dunia, dan tidak punya koneksi apapun dengan Palestina kecuali nostalgia yang kebanyakannya hanya berupa potret kekufuran, kefasikan, ketidakadilan dan pembunuhan para nabi. Maka ganjaran itu semua adalah murka Allah atas mereka dan laknat-Nya, sehingga mereka diharamkan dari mendiami tanah suci ini dan menyebabkan diaspora mereka di belbagai belahan bumi.
Kesimpulan Bagian Ke-2
1. Sesungguhnya mayoritas penduduk Palestina datang dari Jazirah Arab dan mereka tepat sebagai penduduk wilayah ini hingga sekarang.
2. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan Bani Israil tanah suci ketika mereeka berjalan di atas perintah-Nya dan di bawah bimbingan para nabi. Maka ketika mereka merubah sikap, menolak dan tidak mempercayai Allah, lenyaplah hak tersebut dari tangan mereka.
3. Sesungguhnya umat Islam adalah orang yang lebih berhak untuk mewarisi peninggalan para nabi Bani Israel. Dakwah Islam yang dilakukan oleh umat merupakan kelanjutan dakwah yang dilakukan oleh para nabi terdahulu. Kebenaran yang didedikasikan oleh mereka adalah kebenaran yang sama yang juga diakui oleh umat Islam untuk dilanjutkan.
4. Sesungguhnya dominasi Bani Israel dahulu kapanpun itu tidak pernah mencakup seluruh wilayah Palestina yang dikenal sebagai batas-batasnya dewasa ini. Masa dominasi mereka dengan independensi yang utuh sangatlah singkat dibandingkan dengan sejarah Palestina. Walaupun ketika mereka pernah memiliki dua kerajaan yang kerap sekali berstatus subordinat kekuatan besar lain.
5. Otonomi Yahudi yang mereka nikmati setelah keberhasilan menaklukan Babylonia sangat lemah dan terbatas pada wilayah Jerusalem dan sekitarnya. Setelah itu, pada zaman Maccabee mereka menikmati kemerdekaan terbatas.
6. Setelah diaspora mereka di belbagai belahan bumi disebabkan oleh pekerjaan mereka yang jahat. Relasi mereka dengan Palestina terputus tanpa interupsi untuk masa 1.900 tahun.
Kehidupan orang-orang Ibrani (di Palestina) adalah menyerupai kehidupan seseorang yang tetap bersikeras untuk mendiami jalan raya yang sangat padat, jadi bus-bus dan truk-truk secara terus-menerus menggilasnya dan dari permulaan hingga akhir, (kerajaan) mereka adalah tidak lebih dari hanya peristiwa yang sifatnya hanya darurat baik itu di dalam sejarah Mesir, Syria, Assyria dan Phoenisi. Sejarah bangsa-bangsa ini adalah sejarah yang lebih besar dari sejarah mereka).
Mereka tidak meminjam (belajar) dari bangsa-bangsa superior tersebut kecuali untuk yang paling hina dari peradaban mereka, contohnya, mereka tidak belajar kecuali hal-hal yang jelek dari tradisi-tradisi yang membahayakan, kebiasaan prostitusi dan superstisi (keyakinan pada hal-hal yang mistik). Mereka mendekatkan diri kepada seluruh Tuhan-tuhan Asia seperti kepada Ashtaourt, Bal dan Mouloukh namun tidak kepada Tuhan kabilah mereka sendiri, Yahwe yang cemberut dan pendengki. Mereka tidak mempercayainya sama sekali).
Yahudi hidup hampir selalu dalam anarki massif. Sejarah mereka hanya berupa sebuah kisah kemungkaran-kemungkaran. Sejarah Yahudi dari aspek peradaban adalah nol (Mereka tidak berhak untuk dikonsiderasi sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang beradab dalam bentuk apapun juga).
Yahudi tetap, walau berada di bawah singgasana raja-raja mereka, baduwi (primitif) dan selalu terlibat dalam pertempuran yang brutal).
Temperamen psykologis Yahudi selalu lebih mendekati temperamen bangsa-bangsa yang paling primitif. Yahudi keras kepala, emosional, lalai dan beringas serta beraksi seperti anak kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar