Laman


Design awesome banner
 ads like this one FREE at AdDesigner.com

Jumat, 07 Januari 2011


HADITS NIAT
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “-  متفق عليه
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
1.     Potret Periwayatan Hadits
Menurut Ibnu Daqiqi al-‘Ied[1], jika dilihat dari akhirnya, hadits tersebut adalah masyhur, sedangkan jika dilihat dari awalnya hadits tersebut adalah ghorib. Dinyatakan ghorib karena tidak diriwayatkan dari Nabi kecuali dari Umar bin Khattab, yang menerima dari Umar hanya Alqomah bin Abi Waqqosh, yang menerima dari Alqomah hanya Muhammad bin Ibrahim at-Taimi, yang menerima dari Muhammad bin Ibrahim hanya Yahya bih Sa’id al-Anshori. Kemudian setelah itu masyhur. Lebih dari 200[2] orang menerima dari Yahya bin Sa’id al-Anshori. Kebanyakan dari mereka adalah para imam[3]. Dari uraian sanad tersebut, Ibnu Hajar[4] menegaskan bahwa ini menjadi penolakan terhadap orang yang mengatakan bahwa hadits Umar ini mutawatir, kecuali jika yang dimaksud mutawatinya adalah mutawatir ma’nawi. Maka hal itu dimungkinkan.




2.    Umar bin Khotob
Namanya adalah Umar bin Khotob bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’at bin Luay bin Ghalib al-Qurasyi al-‘Adawi Abu Hafsh Amirul Mu’minin. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Ia masuk Islam di Mekkah, hijrah ke Madinah sebelum Rasulallah, ia menyaksikan perang badar dan perang-perang lainnya bersama Rasulallah. Ia menjabat khalifah selama 10 tahun 5 atau 6 bulan. Ia dibunuh pada hari Rabu tersisa 4 hari pada Zulhijjah. Ia wafat pada usia 63 tahun, seusia dengan Nabi dan Abu Bakar. Ia dimakamkan bersama Rasulallah dalam pangkuan Aisyah. Suhaib bin Sinan menshalatinya. Umar meriwayatkan hadis dari Nabi, Ubay bin Ka’ab dan Abu Bakr Shidiq. Dan banyak para rowi yang meriwayatkan darinya, baik dari kalangan sahabat atau tabi’in.
Kelahiran Umar
Menurut pengakuan Umar, bahwa beliau lahir sebelum terjadinya perang Fujjar. Pendapat lain mengatakan bahwa ia lahir lahir 13 tahun setelah peristiwa gajah. Umar masuk Islam setelah 40 orang laki-laki dan 11 wanita. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Umar menempati urutan yang 52 masuk Islam. Umar diangkat menjadi khalifah pada tahun ke 13 H. Ia dapat menaklukan Syam, Irak dan Mesjir. Ia adalah orang yang membuat kalender hijriyah. Dia juga orang yang pertama kali diberi gelar Amirul Mu’minin. Dalam cincinya tertulis كفى بالموت واعظا يا عمر kematian cukup sebagai nasehat wahai Umar.
Rasul dan Umar
Rasulallah saw pernah menepuh dada Umar tiga kali ketika Umar masuk Islam, dan berdo’a, اللهمّ أخرج ما في صدره من غل و أبدله إيمانا Rasul membacanya sebanyak tiga kali. Dalam kesempatan lain, Rasulallah pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran atas lisan dan hati Umar. Alquran turun dengan kesepakatan Umar tentang tawanan Badar, hijab, pengharaman khomer dan maqam Ibrahim. Dalam riwayat lain, Uqbah bin Amir dan Abu Hurairah pernah menerangkan bahwa Rasul bersabda, “Kalaulah setelahku ada Nabi pasti itu adalah Umar. Sisa ilmu dari Rasulallah diberikan kepada Umar. Hal ini sebagainya pernyataan Rasul, “Ketika aku sedang tidur, aku diberi wadah yang berisi susu, lalu aku meminumnya sehingga aku melihatnya keluar dari jari-jariku, lalu aku memberikan sisanya kepada Umar. Ketika Rasul ditanya ap ta’wilnya, Rasul menjawab, ilmu”.
Pernyataan Sahabat tentang Umar
Ali berkata, “Manuia yang terbaik setelah Rasulallah adalah Abu Bakar, kemudia Umar”. Ia juga berkata, “Kami tidak merasa jauh, karena ketenangan ada pada lisan Umar”.
Ibnu Mas’ud berkata, “Kami senantiasa merasa gagah sejak Umar masuk Islam”. Ia juga pernah berkata, “Kalaulah ilmu orang-orang Arab disimpan pada satu timbangan dan ilmu Umar disimpan pada timbangan lain, pasti ilmu Umar lebih kuat”.




Asal Usul Amirul Mu’minin
Latar belakang penamaan Umar dengan Amirul Mu’minin adalah keterangan sebagai berikut :
Ketika pada masa khalifah Abu Bakar, orang-orang berkata kepada Abu Bakar dengan ungkapan khalifah Rasulallah. Ketika Umar datang, orang-orang berkata kepadanya khalifah khalifah Rasulallah. Dan hal itu berlangsung lama. Orang-orang berkata, telah datang utusan Irak, ia bertanya, dimana amir kalian ?’. mereka pun bertanya, siapa amir kami, utusan itu menjawab, Umar. Maka orang-orang pun menamai Umar dengan gelar Amirul mu’minin, dan mereka berkata, sesungguhnya Umar berkata, kalian adalah orang-orang berimna, dan sayalah amir kalian, saya adalah Amirul mu’minin. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa gelar Amirul Mu’minin bagi Umar adalah setelah beliau menjadi Khalifah
Abu Hafsh
Hafs adalah al-Asad, yaitu sing. Umar diberi kunyah dengan Abu Hafs karena keberanian dan kekuatannya. Orang-orang menerangkan bahwa pada suatu ketika Umar memegang teling kuda dengan tangannya dan meloncat di atas punggung unta tanpa memegang apa pun. Hal itu menunjukan atas keberaniannya. Tujuan dan loncatan ini merupakan ciri dari singa dan macan tutul. Dan karean sifat inilah ia diberi gelar dengan Abu Hafs (bapak singa), sebagaimana yang dikatakan orang-orang.
Al-Faruq
Al-Faruq merupakan gelar Umar yang diberikan oleh Rasulallah saw.

3.    Amal
الأعمال adalah bentuk jama’ dari amal. amal disini mencakup amal hati, ucapan, dan anggota badan. Dengan demikian, amal disini mencakup tiga hal tersebut, yaitu:
ü  Amal qolbiyah, mencakup amal yang ada dalam hati, seperti tawakkal, khosyyah
ü  Amal nuthqiyyah (ucapan), yang diucapkan oleh lisan, kebanyakan adalah adalah  ucapan lisan
ü  Amal jawarihiyyah (anggota badan), yang mencakup amal tangan dan kaki

4.    Niat
النيات adalah bentuk jama’ dari niat, yang artinya adalah maksud. Secara syara’, niat adalah tekad untuk melakukan ibadah karena mendekatkan diri kepada Allah. Tempat niat adalah dalam hati, niat adalah perbuatan hati, tidak ada keterkaitan dengan anggota badan
Niat yang dimaksud dalam hadis ini berfungsi untuk,
ü  Membedakan antara adat dan ibadat
Contoh, seseorang yang makan karena syahwat saja, dan orang lain makan karena melaksanakan perintah Allah dalam surat al-‘Arof ayat 31, “Makanlah dan minumlah”. Makan karena perintah Allah ibadah, sedangkan makan karena syahwat saja adalah adat.
Contoh lain adalah mandi dengan air hanya sebatas untuk kesegaran dan mandi dengan air karena janabat. Pertama disebut adat, yang kedua disebut ibadah.
ü  Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya
Seseorang shalat dua raka’at, dengan niat tathawwu’ dan yang lain shalat dua raka’at dengan niat shalat fardhu. Dua amal tersebut dapat dibedakan oleh niat. Ini sunnah, ini wajib

5.    Hijrah
Hijrah adalah berpindah dari negri syirik ke negri Islam. Hukumnya terbagi kepada dua bagian, yaitu:
ü Wajib, jika seseorang tidak mampuh menegakan agamanya
ü Sunnah, jika seseorang mampuh menegakan agamanya. Hijrah ini kekal sampai hari kiamat, Sabda Nabi,
( لا تنقطع الهجرة حتى تنقطع التوبة ، ولا تنقطع التوبة حتى تطلع الشمس من مغربها ) . رواه أبو داود
     Hijrah dalam Islam ada beberapa macam, yaitu:
ü Berpindah dari negri syirik ke negri Islam, sebagaimana pada hijrah dari Mekkah ke Madinah
ü Berpindah dari negri yang takut ke negri yang aman, sebagaimana hijrah ke Habsyah
ü Meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah, sebagaimana dalam hadist,
( المهاجر من هجر ما نهى الله عنه ) . رواه البخاري

6.    Istidlal (Fiqih) Hadits
ü  Tidak boleh mendahulukan amal sebelum mengetahui hukum, karena amal itu menjad tidak ada jika kosong dari niat
ü  Tidak sah meniatkan suatu perbuatan kecuali setelah mengetahui hukumnya
ü  Orang yang lalai tidak terkena taklif, karena maksud itu mesti ada ilmu, sedangkan orang yang lalai tidak ada maksud
ü  Orang yang niat shaum sunnah dengan niat sebelum tergelincir matahari tidak dihisab baginya kecuali dari waktu niat itu
ü  Rowi yang tsiqot jika berada di majlis jama’ah
ü  Istidilal dari mafhum, sesuatu yang bukan amal tidak disyari’atkan niat. Contoh: jama’ taqdim,

7.    Faidah Hadits
ü  Hadits ini merupakan salah satu hadits yang merupakan pokok dalam Islam, disamping hadits Aisyah tentang amal yang tidak sesuai akan ditolak. Hadits ini adalah tiang dalam amalan hati, atau amalan batin, sedangkan hadist Aisyah adalah tiang bagi amalan anggota badan.
       Contoh: Orang yang ikhlas untuk mengharapkan pahala dari Allah, tetapi melakukan bid’ah. Dari aspek niatnya, ia niatnya baik, tapi amalnya tertolak, karena tidak sesuai syari’at.
       Contoh lain: orang yang shalat dengan sempurna, tetapi ingin dilihat oleh orang tuanya, karena takut kepadanya. Perbuatannya ini hilang keikhlasan. Tidak diberi pahala
ü  Wajib membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, dan antara ibadah dengan mu’amalah.
ü  Anjuran untuk ikhlas, karena Nabi membagi manusia kepada dua bagian, yaitu:
ü  Manusia yang amalnya karena mengharapkan Allah dan negri akhirat
ü  Sebaliknya, mengharapkan dunia
ü  Baiknya pengajaran dari Nabi, yaitu dengan cara membagi kalam kepada dua bagian, yaitu dengan ungkapan إنّما الأعمال بالنيات  menunjukan kepada amal, sedangkan و إنما لكل امرئ ما نوى untuk ma’mul lah. Kedua adalah adanya klasifikasi hijrah kepada dua, yaitu hijrah syar’iyyah dan ghoir syar’iyyah. Ini merupakan metode yang baik dalam mengajar. Oleh karena itu, bagi mu’allim hendaknya tidak menjelaskan berbagai permasalah kepada siswa, karena hal ini akan dilupakan. Tetapi, harus diberikan terlebih dahulu ushul, kaidah dan taqyid. Karena hal itu akan lebih mendekatkan kepada keteguhan ilmu dalam hatinya.
ü  Rasul disertakan dengan Allah menggunakan wau, yaitu إلى الله و رسوله , tidak menggunakan ثم رسوله. Tetapi dalam keterangan lain, seseorang pernah berkata kepada Rasul, ما شاء الله و شئت, Rasul bersabda, tidak, ما شاء الله وحده. Apa bedanya? Jawabannya adalah, sesuatu yang berkaitan dengan syari’at diungkap dengan wau, karena syari’at yang bersumber dari Nabi adalah seperti yang bersumber dari Allah, seperti pada surat an-Nisa:80. Adapun jika terkait dengan urusan alam (kauniyah) maka tidak boleh ada seorang pun yang disertakan dengan Allah menggunakan wau. Karena segala sesuatu itu berada pada kehendak Allah. Jika ada yang bertanya, apakah besok hujan turun? jika jawabannya, Allah wa Rasuluh ‘Alam maka hal ini salah, karena Rasul tidak mengetahui apa pun tentang hujan. Dan jika seoarang bertanya, apakah ini haram atau halal? jika di jawab, Allah wa Rasuluh ‘Alam maka hal ini benar, karena Rasul menetapkan urusan syar’i sebagaimana yang ditetapkan Allah, firman Allah (an-Nisa:80).
ü  Hijrah adalah termasuk amal soleh, karena bermaksud karena Allah dan Rasul-Nya. Setiap amal yang bermaksud karena Allah dan Rasul-Nya adalah termasuk amal soleh, karena engkau bermaksud taqorrub kepada Allah, dan taqorrub kepada Allah adalah ibadah.
ü  Anjuran Ikhlas, karena Allah tidak akan meneriman amal kecuali amal itu benar dan mengharapkan ridho Allah. Oleh karena itu para penyusun kitab mengawali kiatbnya dengan hadits ini. Sebagai indikasi untuk memberikan peringatan kepada siswa agar membenarkan niatnya
ü  Jika perbuatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dilakukan oleh mukallaf dengan adat maka semata-mata perbuatannya tidak akan diberi pahala, walaupun benar, sehingga ia bermaksud untuk mendekatkan diri kepada Allah
ü  Keutamaan hijrah kepada Allah dan Rasul. Hijrah dalam Islam ada dua, yaitu: 1. berpindah dari  negri yang takut kepada negri yang aman, sebagaimana pada hijrah Habasyah, dan permulaan hijrah dari Mekkah ke Madinah. 2. Hijrah dari kekafiran sampai kepada keimanan. Hal itu dilakukan ketika Nabi menetap di Madinah
Ismail bin Muhammad al-Anshori menyebutkan bahwa faidah hadits ini adalah sebagai berikut :
ü  Anjuran untuk ikhlas, karena Allah tidak akan menerima amal kecuali benar dan mengharapkan keridhoannya. Oleh karena itu, para ulama menyukai memulai karyanya dengan hadits ini. Ini menunjukan peringatan kepada siswa agar memperbaiki niat
ü  Perbuatan apa saja yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah jika dilakukan oleh mukallaf dengan kebiasaan maka semata-mata perbuatan itu tidak akan diberi pahala walaupun perbuatan itu benar sampai ia bermaksud dengan amal itu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Abdul Muhsin menambah faidah lain bagi hadits niat ini, yaitu :
ü  Tidak ada amal kecuali disertai niat
ü  Semua amal itu diungkap dengan niatnya
ü  Pahala orang yang beramal terhadap amalnya bergantung kepada niatnya
ü  Seorang guru atau orang berilmu membuat contoh-contoh untuk memberikan penjelasan
ü  Keutamaan hijrah, karena dicontohkan oleh Nabi
ü  Manusia akan diberi pahala atau disiksa bergantung kepada niatnya
ü  Semua amal itu bergantung kepada wasilahnya, terkadang sesuatu yang asalnya mubah, akan menjadi ketaatan jika manusia niat untuk kebaikan, seperti makan dan minum
ü  Satu amal itu bisa menjadi pahala dan haram bagi manusia



[1] Ibnu Daqiq al-‘Ied, selanjutnya disebut Ibnu Daqiqi al-‘Ied, Syarh al-Arba’in, (tp,tt) hal.9

[2] Menurut hikayat dari Muhammad bin Ali bin bin Sa’id an-Nuqosy al-Hafidz, yang menerima dari Yahya itu adalah 250 orang. Sementara itu, Abul Qosim bin Mandah menjelaskan nama-nama mereka, dan ternyata jumlahnya lebih dari 300 orang. Sedangkan menurut keterangan dari al-Hafidz Abu Isma’il al-Anshori al-Harawi, bahwa ia menulisnya dari 700 orang dari sahabat Yahya. Dalam menanggapi keterangan ini, Ibnu Hajar mengomentarinya bahwa keshohihannya masih diragukan. Sejauh penelitian beliau sejak belajar hadits sampai waktu menyusun fathul bari, ternyata yang menerima hadits tersebut dari Yahya tidak sempurna 100. (Fath al-Bari, jilid 1 hal.14)
[3] Diantara mereka itu adalah imam Malik, Tsauri, Auza'i, Ibnu Mubarok, Laits bin Sa'ad, Hammad bin Zaid, Syu'bah, Ibnu Uyainah, dan yang lainnya. (Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal.16)
[4] Ahmad ibn ‘Aliy ibn Hajar al-‘Asqalaniy, selanjutnya disebut Fath al-Bari,  Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhariy, (Kairo: Dar al-Hadits, 2008), jilid 1, h.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar